Jumat, 09 Januari 2009

Awalnya Pikiran Kita

Ada benarnya nasehat Frank Outlaw. Ya, hati-hati dengan pikiranmu karena akan menjelma menjadi kata. Hati-hati dengan kata-kata yang kau ucapkan karena akan melahirkan tindakan. Hati-hati dengan tindakan-tindakanmu karena akan membentuk kebiasaan. Hati-hati dengan kebiasaanmu karena akan menentukan karaktermu. Dan, awas, perhatikan karaktermu karena akan menentukan nasibmu.

Mari kita ingat ungkapan terkenal Frank Outlaw sebelum kita lanjutkan perbincangan ini. Kata Outlaw, “Watch your thoughts; they become words. Watch your words; they become actions. Watch your actions; they become habits. Watch your habits; they become character. Watch your character; it becomes your destiny.”
Sesungguhnya, tak pedang yang tajamnya melebihi ucapan kita. Ia mampu membelah dada anak-anak kita, atau membangkitkan kekuatan jiwanya sehingga tak ada yang ia takuti kecuali Allah ‘Azza wa Jalla. Ucapan kita dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan anak-anak kepada kita dan kepada Allah Yang Maha Menciptakan. Baiknya buruknya kehidupan anak-anak kita, lisan kitalah yang menentukan. Sebab dari kata akan lahir tindakan, dan tindakan yang terus menerus akan melahirkan kebiasaan. Jika kata itu keluar melalui pemikiran yang jernih dan matang, ia akan mampu melahirkan karakter pribadi anak yang sangat kuat; menghunjam dalam dada, mewujud dalam sikap yang jelas dan tindakan yang mengesankan.
Maka, marilah kita memohon ampun kepada Allah ‘Azza wa Jalla atas ucapan-ucapan kita yang tidak dibimbing kebenaran. Semoga atas kesalahan kita dalam berbicara, Allah ‘Azza wa Jalla berikan ampunan. Semoga pula Allah meluruskan ucapan-ucapan kita yang salah kepada anak-anak kita. Sungguh, kalau Allah tidak memberikan ampunan dan pertolongan-Nya, maka tak ada yang bisa kita harapkan atas diri kita dan anak-anak kita.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman, ”Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’, 4: 9).
Mari kita lihat, betapa dekat kaitannya antara menguatkan generasi dengan menjaga ucapan. Allah Ta’ala berikan dua kunci saja agar kita tidak meninggalkan generasi yang lemah di belakang kita; yakni bertakwa (fal yattaqullah) dan berbicara dengan perkataan yang benar (wal yaquulu qaulan sadiida).
Hanya dua ini? Ya. Hanya dua inilah kunci pokok menyiapkan generasi agar mereka tak hanya cerdas otaknya, lebih penting dari itu bangkit jiwanya; Agar mereka tak hanya cerdas emosinya, lebih mendasar lagi kuat imannya kokoh jiwanya.
Hanya dua ini. Tetapi dari dua ini, jika kita mampu melaksanakannya dengan sungguh-sungguh, akan lahir kebaikan-kebaikan berikutnya. Allah ‘Azza wa Jalla akan baguskan amal-amal kita dan mengampuni dosa-dosa kita. Sungguh, terhapusnya dosa pada diri kita dan orang-orang yang ada di rumah kita akan memancarkan keteduhan, ketenangan, kebaikan dan semangat untuk terus-menerus memperbaiki diri meraih kemuliaan yang lebih tinggi. Rasa saling percaya dan merasa tenteram dengan kehadiran masing-masing anggota keluarga, akan lebih kuat terasa dalam diri kita. Dan inilah jalan membangun kekompakan. Ini pula jalan untuk membangun kekuatan ruhiyah kita, sebab ruh itu seperti pasukan tentara. Ia akan segera menyatu dengan ruh kawannya (ruh yang sama).
Kesenjangan komunikasi antar generasi –antara orangtua dengan anaknya yang mulai beranjak remaja, misalnya—kerapkali bukan soal kesenjangan wawasan, tetapi karena jauhnya perbedaan ruhiyah antar mereka.
Belajar tentang teknik berkomunikasi dengan anak memang penting, tetapi jauh lebih penting adalah penggerak komunikasi yang ada dalam hati kita. Harus kita bedakan antara yang pokok (taqaddum) dan yang bersifat turunan atau derivat (ta-akhkhur); antara teknik berkomunikasi dengan prinsip utama komunikasi antara orangtua dan anak.
Ingin sekali saya berbincang tentang masalah penting ini: berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadiida) dan yang menjadi pijakan sangat menentukan, yakni bertakwa kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Tetapi saya dapati diri saya belum termasuk orang-orang yang bertakwa. Saya hanyalah orangtua dari lima orang anak –setidaknya sampai hari ini—yang sedang memancang keinginan untuk bertakwa dengan sebenar-benar takwa dan berbicara dengan perkataan yang benar (qaulan sadiida) kepada anak-anak saya.
Hampir tak ada yang bisa saya uraikan kepada Anda tentang bagaimana berbicara yang benar pada anak akan membangkitkan kepercayaan mereka kepada kita, sehingga ucapan-ucapan kita akan mereka dengarkan dengan sepenuh hati. Karna itu, izinkan saya menutup perbincangan ini dengan janji Allah dalam surat Al-Ahzab:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar (qaulan sadiida), niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab, 33: 70-71).
Begitu. Awalnya dari pikiran kita; pikiran yang mempengaruhi ucapan. Penjaganya adalah hati kita; fujur (menyimpang dari kebenaran) atau takwa.
Wallahu a’lam bishawab.

Tidak ada komentar: