Rabu, 07 Januari 2009

Merenungi Penciptaan Alam

Ada perbedaan yang sangat tipis antara berpikir dan mempertanyakan. Berpikir menuntun kita memperoleh jawaban menyeluruh yang matang dan mendalam, sehingga berguna bagi kita dalam bersikap dan menentukan tindakan. Semakin matang jawaban yang kita peroleh akan semakin baik kita memahami segala sesuatu, sehingga semakin menyadarkan bahwa sangat banyak hal yang belum kita pahami. Ini berarti semakin tinggi ilmu kita justru semakin menyadarkan betapa sedikit ilmu yang kita miliki, semakin tahu letak ketidaktahuan kita, sehingga atas apa-apa yang kita belum memiliki ilmunya, kita tidak menafikannya.

Berpikir membuat akal kita bekerja. Sedangkan bekerjanya akal membuat kita menyadari keteraturan yang berlaku di alam semesta ini. Selanjutnya, insya-Allah penggunaan akal yang tepat akan mengantarkan kita tunduk kepada Yang Maha Menciptakan.
Mirip dengan berpikir adalah kemampuan mengingat dan memahami penjelasan. Orang yang unggul dalam mengingat dan memahami penjelasan bisa menjadi penceramah yang baik, tetapi tidak bisa mengantarkan seseorang untuk menyadari keteraturan alam semesta ini. Mereka tahu, tapi bukan menyadari. Semakin banyak pengetahuan bukan jaminan akan semakin matangnya diri seseorang. Bahkan bisa mendorong ia untuk banyak mempertanyakan.
Jika kemampuan bertanya merangsang orang untuk berpikir dengan cerdas, maka tidak demikian dengan mempertanyakan. Sikap mempertanyakan mendorong kita untuk menolak kebenaran dan berhenti berpikir maupun meneliti.
Ketika Allah ‘Azza wa Jalla hendak menciptakan khalifah di muka bumi, yakni Adam ‘alaihissalam, malaikat bertanya kepada Allah tentang alasan penciptaan. Ini terekam dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 30. Sedangkan syaithan mempertanyakan mengapa harus bersujud kepada Adam. Syaithan mempertanyakan karena merasa tinggi, lebih tinggi kedudukannya daripada Adam. Syaithan tidak bisa melihat bahwa sujudnya kepada Adam sesungguhnya bukanlah menyembah Adam, melainkan ketundukan terhadap yang memberi perintah, yakni Allah ‘Azza wa Jalla.
Apa yang bisa kita petik dari diskusi tentang berpikir? Dalam kaitannya dengan pembelajaran, kita memiliki tugas untuk merangsang anak-anak cerdas dalam bertanya. Sesungguhnya bertanya adalah separo ilmu. Pertanyaan yang bagus akan mengantarkan pada jawaban yang bagus. Pertanyaan yang bagus mengantarkan anak untuk menggali lebih dalam, mempelajari lebih matang dan berpikir lebih mendalam. Sedangkan mempertanyakan cenderung mendorong kita untuk memprotes apa-apa yang kita tidak memiliki ilmunya atau apa yang kita belum sanggup menjangkau.
Ada beberapa langkah yang perlu kita lakukan untuk merangsang anak merenungi penciptaan alam ini. Pertama, memahamkan kepada anak pengetahuan tentang alam semesta untuk selanjutnya meningkat pada pemahaman tentang prinsip-prinsip ilmu alam, keteraturan pada mekanisme alam semesta, anomali hukum alam dan apa yang terjadi jika Allah ‘Azza wa Jalla tidak menciptakan anomali. Kedua, mengajak anak secara bertahap untuk melihat keteraturan dan segala proses yang terjadi pada alam semesta ini, baik berkait dengan alam semesta secara keseluruhan maupun bagian-bagian kecilnya seperti bagaimana daun menghijau dan menguning, adalah tanda-tanda kekuasaan Allah ‘Azza wa Jalla. Bagaimana air laut menguap menjadi awan dan selanjutnya turun sebagai hujan adalah tanda keteraturan hukum alam yang Allah Ta’ala ciptakan. Tetapi apakah hujan akan turun tepat di atas laut yang menguapkan airnya? Malaikat Allah yang bertugas untuk mengaturnya.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Ketiga, selanjutnya guru mengajak murid memasuki wilayah yang bersifat ruhiyah. Apa pun mata pelajarannya, anak diajak untuk banyak mengingat Allah. Anak mengingati sifat Allah yang maha suci bukan terutama karena seringnya guru berucap subhanaLlah, melainkan karena seringnya guru mengajak anak menyadari sifat Allah. Keempat, guru senantiasa berusaha membangkitkan kesadaran tentang amanah penciptaan atas diri mereka. Kita dorong mereka untuk berbuat dan melakukan yang terbaik untuk Allah ‘Azza wa Jalla dan menolong agama-Nya.
Kelima, kita ajak anak-anak untuk melihat betapa seriusnya Allah menciptakan setiap makhluknya dan tidak ada yang sia-sia dengan ciptaan-Nya. Dari ini, kita berharap anak-anak akan bisa bertasbih memuji-Nya. Maha Suci Ia. Sedangkan atas apa-apa yang belum mereka ketahui ilmunya, mereka akan belajar untuk meyakini bahwa pasti ada kebaikan besar di dalamnya.
Pada akhirnya, yang keenam, kita berharap melalui proses pembelajaran semacam ini anak-anak akan semakin besar rasa cintanya kepada Allah, semakin besar ketundukannya dan semakin kuat rasa takutnya disebabkan semakin bertambahnya ilmu mereka. Insya-Allah inilah yang menjaga diri mereka dari perbuatan sia-sia, dan di sisi lain, mendorong mereka untuk bersungguh-sungguh melakukan yang terbaik. Inilah the basic of knowing (dasar berpengetahuan) yang perlu kita tanamkan!
Agar guru bisa menjalankan tugas tersebut, mereka perlu banyak berpikir. Tafakkur. Bukan hanya membaca. Tetapi jika membaca saja tidak pernah, bagaimana kita bisa berharap mereka cerdas dalam berpikir?

1 komentar:

kalisom lis mengatakan...

Subhanallah, mengajak anak mengenal dan merasakan kebesaran Allah. Saya jadi sedih, teringat rasulullah. Ah, sy seorang guru bagi anak-anak saya dan murid-murid saya. Bisakah saya jadi inspiring teacher bagi mereka?