Kamis, 08 Januari 2009

Tidak Ada Tuhan Kecuali Allah

Seperti seruan adzan, awalnya mengagungkan Allah dan mengakui kebesarannya. Permulaannya kesaksian bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Sesudah itu seruan untuk menegakkan shalat dan merebut kemenangan. Sedangkan ujungnya adalah peneguhan bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah.

Seperti itu juga seharusnya hidup kita….


Awalnya kita bergerak untuk mengagungkan Allah. Setiap jengkal bumi ini, di setiap sudut kampung-kampung dan negeri, harus kita penuhi dengan takbir. Takbir dengan lisan kita dengan menyebut Allahu akbar. Hanya Allah Yang Maha Besar dan Maha Lebih Besar. Tak ada kebesaran yang melebihi kebesaran-Nya. Tak ada tempat bagi kita untuk menganggap kecil orang lain, karena kita melihat pada pencipta-Nya. Sebaliknya, tak ada yang layak kita besar-besarkan atas orang-orang yang membesarkan dirinya di hadapan manusia, karena sebesar apa pun mereka, sesungguhnya Allah Maha Besar.
Berangkat dari kesadaran bahwa hanya Allah Yang Maha Besar, kita menyatakan kesaksian (syahadat) dengan lisan dan hati kita. Kemudian kita mengarahkan diri kita, pikiran kita, hati kita dan tindakan kita agar apa pun yang kita lakukan adalah dalam rangka untuk menyembah Allah. Bukankah kita diciptakan untuk menyembah-Nya?
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku. Aku tidak menghendaki rezeki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya mereka memberi Aku makan. Sesungguhnya Allah Dialah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzaariyaat, 51: 56-58).
Karenanya, kita perlu berupaya agar seluruh aktivitas dan hidup kita memmpunyai nilai ‘ibadah. Tidaklah kita shalat kecuali untuk Allah. Tidaklah kita mati kecuali untuk Allah. Dan kesadaran ini harus kita hidupkan dalam diri kita. Jika tidak, shalat yang kita lakukan pun bisa terlepas dari kebaikan. Betapa banyak orang yang tampaknya sedang mengagungkan Allah dan menyungkurkan keningnya ke tanah, tetapi sesungguhnya ia sedang menyibukkan diri dengan dunia. Ia basahi lisannya dengan takbir, tetapi ia penuhi hatinya dengan dunia.
Astaghfirullahal ‘azhiim. Atau jangan-jangan, kitalah yang lebih banyak lupa daripada ingat, yang lebih banyak menyibukkan diri dengan dunia daripada menyempatkan berpikir akhirat.
Ah, agaknya kita perlu mengingat kembali firman Allah subhanahu wa ta’ala dalam surat Al-An’aam ayat 162-163:
“Katakanlah: "Sesungguhnya shalat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)".
Tentu saja ayat ini bukan untuk memalingkan kita dari dunia dan tidak memedulikannya. Tetapi agar seluruh yang kita lakukan, termasuk kerja keras kita dalam mencari nafkah, semata-semata untuk Allah. Kita menggenapi apa yang diperintahkan, menunaikan apa yang diserukan-Nya dan mempergunakan apa yang ada pada kita untuk meninggikan kalimat Allah di muka bumi.
Boleh jadi hari-hari kita penuh dengan kesibukan, sehingga seakan-akan seluruh hidup kita untuk dunia. Tetapi jika ia jadikan itu semua untuk memuji dan menyembah-Nya, mematuhi aturan-Nya dan tidak menentang perintah-Nya, maka ia terhitung sedang melakukan ketaatan.
Saya teringat dengan sebuah hadis. Rasulullah saww. bersabda, “Allah kagum kepada seseorang yang menggembala kambingnya di atas gunung. Ia azan dan melaksanakan shalat. Allah berfirman, “Lihatlah oleh kalian (wahai para malaikat) hamba-Ku itu! Ia azan dan shalat. Ia takut kepada-Ku. Aku mengampuni dosanya dan aku akan memasukkannya ke dalam surga.”” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’ie & Ahmad).
Hari ini, ketika iman kita terasa amat lemah, semoga kita dapat menggerakkan diri kita untuk menuju ketaatan hanya kepada-Nya. Semoga ujung hidup kita adalah peneguhan bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah.
Ya, tidak ada tuhan kecuali Allah ‘Azza wa Jalla.

Tidak ada komentar: