Minggu, 11 Januari 2009

Nyanyian untuk Anak Kita

Anak-anak yang keras itu, dengan apakah kita melembutkan hatinya?
Dulu saya percaya seni bisa melunakkannya. Tetapi tak ada satu pun jaminan ilmiah, tidak juga jaminan dari Allah Ta’ala bahwa seni akan melembutkan jiwa, menghaluskan budi, mengasah kepekaan anak-anak maupun orang dewasa untuk lebih hidup empatinya kepada sesama. Tak ada satu pun bukti ilmiah bahwa musik dengan sendirinya, secara pasti akan membuat anak-anak lebih cerdas, perkembangan emosinya lebih baik dan jiwanya lebih hidup. Sebagaimana bukan seni yang bisa membahagiakan manusia.

Musik memang bisa menghibur, tetapi bukan membahagiakan. Sejumlah riset memang menunjukkan bahwa rangsangan musik klasik merangsang kecerdasan anak, terutama yang masih bayi. Tetapi tidak dengan sendirinya setiap musik klasik mencerdaskan. Musik klasik yang variasi ritmenya dinamis memberi rangsang otak yang lebih kaya dibanding musik klasik yang tenang. Ini senada dengan riset Bradley & Caldwell bahwa ibu yang “ramai”, banyak mengajak bayinya bicara, akan mampu meningkatkan kecerdasan si bayi secara mengesankan. Paul Madaule, penulis buku Earobics, memperkuat hal ini. Ia menunjukkan bahwa suara ibu merupakan gizi terbaik untuk jiwa dan pikiran bayi.
Merujuk catatan Bradley & Caldwell, sering-seringlah mengajak bayi Anda ngobrol, dan berbicaralah kepadanya dengan “meriah” jika Anda ingin punya anak cerdas. Banyak-banyaklah menyempatkan waktu untuk berbincang-bincang, ceritakan kepadanya apa yang sedang Anda lakukan dan tunjukkanlah apa yang ada di sekelilingnya agar otaknya berkembang pesat. Sampaikan kepadanya pesan-pesan Anda karena masa komunikasi pra-simbolik (sebelum anak bisa berbicara) sangat mempengaruhi perkembangan pikiran dan emosi anak di waktu-waktu berikutnya.
Jika ini Anda lakukan, manfaatnya akan jauh lebih besar dibanding musik klasik yang Anda perdengarkan kepadanya. Apalagi yang sekedar senandung tanpa makna, meskipun itu lagu anak-anak. Sebab banyak lagu anak-anak yang tidak bergizi bagi jiwa anak.
Saya bukan mengatakan bahwa seni tidak bisa memberi manfaat. Tetapi harus kita perhatikan bahwa tidak dengan sendirinya setiap seni, setiap musik dan bahkan setiap lagu anak-anak bermanfaat untuk memberi rangsangan kecerdasan yang memadai serta sentuhan emosi yang positif. Sebagian lagu anak-anak justru merusak kemampuan berpikir logis matematis mereka. Lagu berikut ini contohnya:

“Anak monyet di atas pohon. Anak kelinci di bawah tanah.
Anak burung di dalam sangkar. Anak pintar di meja belajar.
Panjang leher namanya Zebra. Panjang hidung namanya gajah.
Panjang tangan itu pencuri. Panjang sabar, kekasih Ilahi.”

Ini berarti bahwa kita selaku orangtua maupun guru harus memperhatikan apa yang kita berikan pada anak-anak kita. Perlu ilmu untuk menjadi orangtua, sebagaimana untuk menjadi seorang guru kita juga harus memiliki ilmu yang memadai agar tidak cuma mengaminkan apa yang dikatakan orang tentang bagaimana harus mendidik anak. Atas pendapat yang tampaknya benar, kita perlu tahu dasar ilmunya agar tidak bertindak gegabah.
Hari ini saya merasakan hal itu!
Kita merasa “keliru” hanya karena tidak mengikuti apa yang “umum” dan yang “umumnya dianggap benar”. Padahal tak ada ilmu yang kita miliki. Salah satu contohnya ya tentang seni tadi. Banyak dari kita mengangguk-anggukkan kepala begitu saja, menganggap benar bahwa menyanyi dengan sendirinya akan melembutkan jiwa, menghaluskan perasaan dan membaguskan budi. Padahal sudah banyak pelajaran di sekeliling kita tentang bagaimana seorang penyanyi harus mengakhiri hidupnya karena tak kuat menahan beban mental. Stress.
Banyak pula yang terlalu menyederhanakan persoalan bahwa gejolak remaja akan terselesaikan apabila mereka menyalurkan energinya dengan olah raga. Padahal sebagian jenis olah raga justru memperkuat syahwat.
Tampaknya kita perlu lebih cerdas menjadi orangtua. Tentu saja bukan dengan menolak apa saja tanpa ilmu, sebab ini sama buruknya dengan menerima apa saja karena ikut-ikutan. Di antara bentuk kesenian, juga ada yang bermanfaat untuk melembutkan jiwa. Sebagaimana olahraga juga banyak manfaatnya. Bukankah Rasulullah saw. menganjurkan kita untuk mengajari anak-anak kita berenang, memanah dan berkuda?

2 komentar:

NEXT LIFE ART mengatakan...

Saya dulu juga mikir gitu ustad. Kalo musik itu bikin bayi kita cerdas. Dlu waktu masih dikandung badan ibunya. Eh ternyata cuma hanya merangsang kecerdasan. Oke....(manggut2) gue ikut...ape kate ustad, deh....
Oya, kemarin seminar di Malang keren menurut saya. Soalnya baru pertama kali ikutan ye...Dulu2 ga pnh ikutan seminar. Pengennya seh. Tapi waktunya yg ga ada.Yo, ustad, mampir ke blog ku ya...
Tp artikelnya masih dikit(cuma dua. jgn keras2. nti bnyak yg tau)

Oke ustad. Wassalamu'alaykum
semoga selalu diberi ilmu yg bermanfaat bagi semua yg mendengarkan

Abimentari

lestarisetyawati mengatakan...

assalamu'alaikum...
saya ingin bertanya, bagaimana cara berkomunikasi yang baik dengan orang tua? posisi saya sebagai seorang anak yang sudah beranjak dewasa..
sedari kecil saya merasa komunikasi antara saya dan orang tua saya sangat kurang. sampai sekarangpun saya tak pernah mencurahkan apa isi hati saya kepada mereka. itu karena tak biasa dan sungkan rasanya.
padahal rasanya pengen banget curhat ke mereka...